
LEG-2 Bangkinang - Berastagi
Selesai leg-1, masih ada tantangan lagi yaitu leg-2. Awal dari segala tantangan merupakan yang paling dibenci semua off-roader, yaitu jalan aspal panjang sejauh 600 km. Semua paham betul bahwa setelah off-road mobil-mobil itu mendadak pasti ada sajalah masalahnya. Apalagi kalau dibawa di jalan aspal. 600 kilometer pula! Tapi mau apa lagi? Memang itu jalurnya. 40 tahun lalu lintas Sumatera itu masih jalan tanah yang diperkeras saja dan mungkin juga hancur kondisinya, sehingga memang harus off-road kalau melewati jalan tersebut.

Pagi di Puncak 2000 Siosar – sesaat sebelum rombongan Sumatra Tribute memasuki jalur off-road hutan Siosar, Sumatera Utara


Tidak banyak peserta yang mengalami masalah di perjalanan aspal panjang tersebut, tapi ada lah beberapa. Mereka diberikan waktu dua hari untuk mencapai tujuan berikutnya yaitu Siosar, Sumatera Utara. Ditengah perjalanan mereka akan bermalam di Sipirok, karena 600 km jalur tersebut bukan seperti 600 km jalan bebas hambatan. Jalur tersebut merupakan gabungan antara jalur lintas dan jalan-jalan kecil antar pedesaan.

Melintasi jalan-jalan desa yang kecil dan berlubang. Kecepatan rata-rata selama perjalanan ini mungkin sekitar 30-50 km/jam.

Foto bersama di hotel Sipirok sebelum meninggalkan area tersebut dan melanjutkan perjalanan ke Puncak 2000, Siosar



Dalam gelap rombongan berjalan dengan lambat agar aman, karena kiri kanan banyak jurang. Kadang juga berhenti karena tidak yakin ada belokan atau apa didepan. Karena tinggi, cuacanya juga dingin. Camping malam itu ditemani api unggun dekat tenda masing-masing grup agar tidak terlalu dingin.

Malam itu mereka sampai di Puncak 2000, Siosar sekitar jam 21.00. Disana sudah ditunggu oleh Fajar dari Kejari dan kawan-kawan dari Fionk. Mereka yang mengarahkan rombongan untuk bermalam disana, karena esoknya masuk jalur dari sekitar situ. Jalur naik ke puncak 2000 saat malam, luar biasa. Luar biasa bukan selalu berarti bagus sekali. Malam itu sama sekali tidak bisa lihat apa-apa. Karena selain gelap, kabutnya luar biasa tebal. Visibilitas mungkin hanya sekitar 2 meter.


Malam itu mereka sampai di Puncak 2000, Siosar sekitar jam 21.00. Disana sudah ditunggu oleh Fajar dari Kejari dan kawan-kawan dari Fionk. Mereka yang mengarahkan rombongan untuk bermalam disana, karena esoknya masuk jalur dari sekitar situ. Jalur naik ke puncak 2000 saat malam, luar biasa. Luar biasa bukan selalu berarti bagus sekali. Malam itu sama sekali tidak bisa lihat apa-apa. Karena selain gelap, kabutnya luar biasa tebal. Visibilitas mungkin hanya sekitar 2 meter.

Dalam gelap rombongan berjalan dengan lambat agar aman, karena kiri kanan banyak jurang. Kadang juga berhenti karena tidak yakin ada belokan atau apa didepan. Karena tinggi, cuacanya juga dingin. Camping malam itu ditemani api unggun dekat tenda masing-masing grup agar tidak terlalu dingin.

“Selamat pagi teman-teman semua, bagaimana istirahatnya semalam?”, sapa Fionk saat briefing pagi di Puncak 2000. “Dingiiiin!”, jawab para peserta. Memang tadi malam dingin, ya namanya juga di gunung. Pagi itu mereka akan mulai memasuki hutan Siosar. Ini merupakan off-road section terakhir dari rangkaian acara. Sebenarnya hutan Siosar ini tidak masuk dalam jalur Camel Trophy. Lantas kenapa kesini?


Pagi itu masih berkabut tebal. Membuat orang malas keluar dari sleeping bag.

Kurang apa coba? Ada 4 orang dokter yang ikutan Ekspedisi ini. Dari kiri ke kanan : dr. Ahmad, dr. Erry, dr. Galuh dan dr. Iqbal.
Masih ingat dengan pak guru Sinaga di Tigalingga yang membantu proses survey? Trek tersebut yang harusnya menjadi puncak off-road section di leg-2 ini. Setelah survey selesai ada hujan besar dan menyebabkan longsor parah di jalur motor yang biasa digunakan warga untuk potong jalur. Begitupun bagi pak guru, dari rumahnya menuju ke sekolah. Setelah longsor itu, pemerintah daerah masuk dan melihat bahwa ada jalur yang lebih baik untuk di perbaiki. Ini merupakan jalur yang Fionk dan kawan-kawan Aceh lakukan survey terakhir kali. Mereka gunakan buldozer dan excavator untuk perbaiki jalur tersebut. Sejak saat itu jalanan bisa dilalui dengan mudah oleh penduduk, hanya saja masih tanah.


Fajar memberikan dua keranjang jeruk untuk bekal didalam jalur hutan Siosar. Tentu saja langsung diserbu peserta.

Team dokter muda yang segala bisa. Mulai dari merawat peserta, masak, bantu-bantu recovery mobil dan lainnya. Masih semangat terus sampai akhir!
Beberapa minggu sebelum acara ini dimulai, Sinaga menginformasikan kepada Fionk akan kejadian yang bahagia ini. Akhirnya cita-citanya akan jalan potong yang layak menuju sekolahnya tercapai. Tentu saja ini merupakan berita yang menyenangkan sekaligus membingungkan. Menyenangkan karena warga sana ada akses jalan baru hingga mempermudah transportasi mereka terutama untuk kegiatan yang menunjang perekonomian mereka. Membingungkan karena tidak mungkin rombongan Sumatra Tribute masuk situ lagi. Karena jika dilewati beberapa puluh mobil sudah pasti jalannya akan hancur lebur seperti dulu lagi. Apa tega? Tentu tidak. Kita mau senang-senang, tapi bukan diatas penderitaan orang lain.

Akhirnya team official Sumatra Tribute putar otak dan merubah rutenya sedikit agar masih bisa mendapatkan area untuk off-road yang asik dan hutannya masih bagus. Memang tidak separah jalur Tigalingga bisa dibilang. Tapi karakternya pun berbeda. Kalau jalur Tigalingga banyak winching karena tali air dan batu yang besar-besar, sementara Siosar banyak winching karena kondisi tanahnya yang sangat gembur dan lengket.



Awal masuk hutan Siosar ada sungai yang lumayan menghabiskan waktu. Trek-nya licin sekali dan sementara di sungai itu isinya batu-batu besar. Untuk turun ke sungai, mobil para peserta harus ditahan winch dari belakang. Untuk naik keatas, winching point nya cukup jauh dan tidak ada yang lurus. Mobil pasti akan lari ke kanan saat mulai naik dari sungai, karena winching point yang berada jauh di kanan.

Akhirnya team official Sumatra Tribute putar otak dan merubah rutenya sedikit agar masih bisa mendapatkan area untuk off-road yang asik dan hutannya masih bagus. Memang tidak separah jalur Tigalingga bisa dibilang. Tapi karakternya pun berbeda. Kalau jalur Tigalingga banyak winching karena tali air dan batu yang besar-besar, sementara Siosar banyak winching karena kondisi tanahnya yang sangat gembur dan lengket.


Event Director, Greefion Kamil, turun tangan sendiri memberikan komando untuk kendaraan-kendaraan depan agar proses cepat.
Semua peserta cukup tertib di obstacle ini sehingga tidak ada masalah kecuali pada mobil Iwan Sakri. Sepertinya memang mobilnya sudah ada masalah sebelumnya, karena jalur ini semakin berat, mungkin kerusakannya jadi bertambah parah. Mobilnya bermasalah di seputar gearbox dan transfercase-nya, elemen yang penting sekali saat off-road. “Ini masih awal jalur, lebih baik putar balik dan kembali ke campsite awal daripada rusak total di dalam, susah keluar nanti”, begitu kata Bule mencoba meyakinkan Iwan Sakri. Memang masuk jalur off-road seperti ini, bukan tentang gengsi atau keren-kerenan. Kita harus bijak dan sadar diri, mobil dan orangnya dalam kondisi fit untuk masuk atau tidak. Jika tidak lebih baik jangan.

Iwan Sakri setuju dengan saran Bule. Mobil Land Rover 109” yang panjang dan berat itu mereka naikkan dulu dari sungai, putar balik lalu turun dan naik lagi bersiap kembali ke arah campsite. Proses ini pun tidak instan karena mobil Iwan Sakri dalam kondisi tidak sehat, sehingga bantuan dari mobil-mobil di depan belakangnya sangat penting. Untuk bantu tarik, tahan dan lainnya. Sungguh sebuah kerjasama team yang solid.

Iwan Sakri memilih untuk putar balik karena kendaraannya dalam posisi tidak sehat untuk masuk jalur off-road berat. Daripada susah didalam, lebih baik senang di luar.

Rahadian membantu menahan kendaraan Iwan Sakri dengan winch, agar saat putar balik, mobil Iwan Sakri tidak terguling.

Iwan Sakri kembali ke lokasi camping awal dikawal oleh 2 mobil, yaitu mobil Bule dan mobil Haji Minto. Sempat terdengar berita di radio komunikasi, sore itu mereka sudah sampai dengan selamat. Namun haji Minto menyampaikan bahwa dia dan kru dalam mobilnya berniat untuk masuk kembali dan meyusul rombongan. Fionk menyarankan bahwa tidak perlu memaksakan untuk bergabung kembali. Fionk gagal, memang orang tua itu kalau sudah ada maunya, susah untuk dicegah. Haji Minto tetap ingin bergabung. Akhirnya untuk memastikan bahwa haji Minto tidak sendirian dalam trek, Fionk kontak rombongan lain yang berada di ujung belakang konvoy, yaitu Rahadian dan Alex Aceh. Mereka bersedia menunggu haji Minto karena posisi mereka belum jauh.

Dirasa aman, rombongan terus bergerak menembus hutan Siosar. Benar-benar winching tiada henti. Tanah yang gembur dan mudah amblas itu saat dilewati beberapa mobil saja makin amblas sehingga jalur roda pun makin dalam. Apalagi ban kita terhitung tidak besar, M/T 235/85 R16”. Alhasil, layaknya kura-kura saat dadanya tersangkut dan kakinya mencoba bergerak. Sulit sekali. Ban berputar tapi gardan dan lainnya tersangkut. Hanya winch yang bisa menolong. Kerja winch benar-benar keras di hutan Siosar. Malam itu mereka camping di atas bukit yang dikelilingi banyak pepohonan. Udara sejuk tapi angin tidak tembus, jadi cukup nyaman untuk istirahat.

Esoknya, hari terakhir di Siosar, perjalanan yang kurang lebih mirip dengan hari pertama. Walau begitu tetap makan korban winch dan masalah-masalah lain di kendaraan. Tapi tidak masalah, semua tetap semangat karena hari ini semua harus keluar trek Siosar dan menuju hotel Kubu. Hotel antik yang dulu dijadikan basis pergerakan Camel Trophy 1981.
Karena full winching, selain winch yang kerja keras, crew dan navigator pun juga kerja extra keras. Waktu luang sedikit setelah makan siang pun mereka manfaatkan untuk istirahat.

Karena full winching, selain winch yang kerja keras, crew dan navigator pun juga kerja extra keras. Waktu luang sedikit setelah makan siang pun mereka manfaatkan untuk istirahat.
Hari itu satu per satu peserta mulai keluar dari jalur. Ada yang keluar siang dan ada juga yang malam. Yang jelas hari ini tujuan mereka sama, Hotel Wisma Kubu!
Dirasa aman, rombongan terus bergerak menembus hutan Siosar. Benar-benar winching tiada henti. Tanah yang gembur dan mudah amblas itu saat dilewati beberapa mobil saja makin amblas sehingga jalur roda pun makin dalam. Apalagi ban kita terhitung tidak besar, M/T 235/85 R16”. Alhasil, layaknya kura-kura saat dadanya tersangkut dan kakinya mencoba bergerak. Sulit sekali. Ban berputar tapi gardan dan lainnya tersangkut. Hanya winch yang bisa menolong. Kerja winch benar-benar keras di hutan Siosar. Malam itu mereka camping di atas bukit yang dikelilingi banyak pepohonan. Udara sejuk tapi angin tidak tembus, jadi cukup nyaman untuk istirahat.


Hari itu satu per satu peserta mulai keluar dari jalur. Ada yang keluar siang dan ada juga yang malam. Yang jelas hari ini tujuan mereka sama, Hotel Wisma Kubu!



Malam yang cerah untuk merayakan keberhasilan mereka semua napak tilas jalur Camel Trophy 1981! Acara malam itu dilaksanakan di Wisma Kubu. Lelah pasti tapi tidak ada yang lebih menyenangkan selain merayakan personal / team achievement. Acara itu sederhana saja, lebih cenderung guyub ke sesama peserta. Karena acara malam itu memang tajuknya “Dari Kita Untuk Kita!”. Acaranya cukup casual dipadu dengan guyonan dan tawa para peserta.



Jika bicara tentang napak tilas jalur Camel Trophy maka bisa dibilang detik itu mereka sudah menyelesaikannya. Karena Camel Trophy dulu berawal di Berastagi dan selesai di Jambi. Namun ada satu agenda lagi bagi rombongan ini yaitu memenuhi undangan dari Kementerian Pariwisata untuk datang dan explore Danau Toba. Danau kebanggaan Sumatera Utara yang menjadi salah satu destinasi utama Indonesia.

Pak Bangun, sekarang manager Wisma Kubu datang menghampiri rombongan saat konvoy tiba. Dia nampak memperhatikan kendaraan dengan seksama, lalu mendatangi dan menunjuk mobil Range Rover Classic. “Ini mobilnya, saya ingat betul!”, serunya. Pak Bangun adalah saksi hidup saat Camel Trophy Sumatra dimulai dari hotel Wisma Kubu tahun 1981. Saat itu usianya mungkin masih sekitar 20 tahun dan dia belum menjadi seorang manager.
“Semua memori teringat kembali, saya ingat wajah kawan-kawan guide satu persatu mulai terbayang”, katanya. Lalu dia menunjuk satu tua bangunan dengan kamar-kamar. “Dulu mereka tidur dibagian sini, dan waktu datang, mereka bawa berkoper-koper uang dollar. Dulu tidak ada ATM jadi koper mereka itu semua isinya uang saja. Saya masih ingat betul mereka pesan berbotol-botol bir untuk dibawa”, cerita pak Bangun sambil menerawang kosong kearah bangunan tersebut, sepertinya dia memang sedang mencoba mengingat-ingat kejadian waktu itu.

Foto Sumatra Tribute 2022 di halaman hotel Bukit Kubu sesaat sebelum berangkat menuju Danau Toba. Lapangan rumput masih luas seperti dulu.
Pak Bangun, sekarang manager Wisma Kubu datang menghampiri rombongan saat konvoy tiba. Dia nampak memperhatikan kendaraan dengan seksama, lalu mendatangi dan menunjuk mobil Range Rover Classic. “Ini mobilnya, saya ingat betul!”, serunya. Pak Bangun adalah saksi hidup saat Camel Trophy Sumatra dimulai dari hotel Wisma Kubu tahun 1981. Saat itu usianya mungkin masih sekitar 20 tahun dan dia belum menjadi seorang manager.
“Semua memori teringat kembali, saya ingat wajah kawan-kawan guide satu persatu mulai terbayang”, katanya. Lalu dia menunjuk satu tua bangunan dengan kamar-kamar. “Dulu mereka tidur dibagian sini, dan waktu datang, mereka bawa berkoper-koper uang dollar. Dulu tidak ada ATM jadi koper mereka itu semua isinya uang saja. Saya masih ingat betul mereka pesan berbotol-botol bir untuk dibawa”, cerita pak Bangun sambil menerawang kosong kearah bangunan tersebut, sepertinya dia memang sedang mencoba mengingat-ingat kejadian waktu itu.


Foto diteras kamar hotel Wisma Bukit Kubu saat team Camel Trophy 1981 datang dan finish di Berastagi. Foto dari buku Camel Trophy The Definitive History by Nick Dimbleby.

Peserta Sumatra Tribute 2022 di teras yang sama dengan gambar diatas. Bisa dilhat bentuk kusen masih sama. Hanya perabotan, orang dan minumannya yang berbeda.

Rombongan Range Rover Classic 2 pintu Camel Trophy 1981 berbaris dihalaman wisma Bukit Kubu. Foto dari buku Camel Trophy The Definitive History by Nick Dimbleby.

Foto Sumatra Tribute 2022 di halaman hotel Bukit Kubu sesaat sebelum berangkat menuju Danau Toba. Lapangan rumput masih luas seperti dulu.

Peserta Sumatra Tribute 2022 di teras yang sama dengan gambar diatas. Bisa dilhat bentuk kusen masih sama. Hanya perabotan, orang dan minumannya yang berbeda.

Perjalanan ke Danau Toba ini adalah perjalanan wisata yang benar-benar wisata, tidak ada off-road sama sekali. Grup tetap sama dengan Alpha, Bravo dan Charlie dan diberi jalur masing-masing untuk menuju ke Samosir. Tujuannya agar mereka semua bisa melihat Toba dari sisi yang berbeda. Ada yang melalui Ferry dari pelabuhan Ajibata dan ada juga yang jalan darat melalui Pangururan. Tentu saja pemandangannya berbeda-beda dan ada yang bilang bahwa jalur mereka lebih baik dari yang lain. Tidak masalah, memang itu tujuannya. Merasakan pengalaman yang berbeda-beda antara satu grup dengan yang lain.







Grup Alpha
Grup yang terdiri dari mayoritas Land Rover tipe Range Rover dan Discovery




Saeful Hasyim


Mufti Oksana – dr. Galuh




Musni Haffas






Harry Oktavian



Firman Wahyuni


James Budiono




Rahadian Mahendra







Lukman Sofian – Hendra Margono


Juta Wijaya






Grup Bravo
Grup yang terdiri dari mayoritas Land Rover Hybrid yaitu yang sudah dimodifikasi mesin atau dan bagian lainnya.




Syamsu Setiabudi




Haji Minto



Iwan Sakri



Erry Dewanto


Noor Hudaya


Pontas Sitanggang






Harry Anas – Dwindu Fajri





Dedi Suherman



Dedi Utama



M. Zulham







Grup Charlie
Grup yang terdiri dari mayoritas Land Rover tipe Defender dan Series




Andiman


M. Natsir



Johan Awaluddin


Sjahrial Oesman


Dedi Mulyadi


Muhammad Nur

Harry Kristianto




Budi Santoso Halim



Tony Raharjo


Denny Fidiata





Samie Zacky

Nanan Soekarna





Heri Setiawan





Yan Najib
Officials
Kendaraan Official yang bebas bergerak dan berada di grup manapun untuk menunjang semua gerakan dalam acara.
Event Director Support Car

Bambang Pratesa – Greefion Kamil – Budi Karyo
Creative Director Support Car

Matu Adam – Don Seco – Rudy
Media Support Car



M. Senut – Heryunan Syah






Useful Links
©2022 SANDGLOW All Rights Reserved.